Kita sebagai pengikut Kristus tidak hanya mendengarkan suara-Nya saja, tapi juga mengikutinya, berarti meneladan Yesus, berbuat kasih seperti yang telah Yesus ajarkan kepada kita. Minggu ini, Yesus mengajarkan kepada kita untuk mempunyai kerendahan hati dan ketulusan, yang sesungguhnya merupakan dua sisi dari mata uang.
Kerendahan
hati seperti apa yang dikehendaki Yesus? Rendah hati kepada sesama? Rendah hati
kepada Tuhan? Tunggu dulu, bukankah kita selalu merendahkan diri di hadapan
Tuhan? Kualitas rendah hati ditentukan saat kita menaruh kepentingan orang lain
di atas kepentingan kita. Jadi, rendah hati di hadapan Tuhan berarti kita
menyerahkan diri kita pada rencana Tuhan, bukan kita yang mengatur Tuhan sesuai
kehendak kita. Seperti yang diteladankan oleh Bunda Maria, “aku ini hamba
Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” Kalimat yang begitu rendah hati dan
tulus yang diucapkan oleh Bunda Maria, saat ia tidak paham apa yang sedang
terjadi. Terkadang, saat kita merefleksikan kejadian dalam hidup kita, terutama
di tengah berbagai tantangan yang kita hadapi, terlontar ucapan, ‘apa ya yang
sudah saya lakukan?’ dan selanjutnya ‘mengapa ini semua terjadi pada saya?’
Saat kita sudah melakukan segala sesuatu dengan baik dan penuh kerendahan hati
dan ketulusan, namun hasil berkata lain, kita kecewa. Berarti kita belum rendah
hati dan tulus. Seseorang yang rendah hati akan menganggap dirinya hamba dan
tidak layak mendapatkan imbalan. Demikian pula dengan orang tulus, tak akan
kecewa saat apa yang dikerjakannya tidak sesuai harapannya.
Sudah rendah
hatikah saya di hadapan Tuhan? Saat segala sesuatu berjalan tidak sesuai yang
saya harapkan, saya berusaha dengan sekuat tenaga mewujudkannya dan meminta
Tuhan membantu agar keinginan tadi terwujud. Siapakah yang harus dilayani di
sini? Socrates pernah berkata, “Hidup yang tidak direfleksikan tidak layak
untuk dihidupi.” Pernahkah saya berhenti sejenak di tengah kegagalan saya,
merefleksikan apa yang Tuhan kehendaki sesungguhnya? Bukan, apa yang belum saya
lakukan dan mengapa Tuhan tidak membantu saya mewujudkannya?
Demikian juga
kerendahan hati dan ketulusan kita terhadap sesama kita. Yang menjadi dasar sekali
lagi, ketika kita menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan kita,
tulus sebagai hamba tidak menuntut imbal balik. Bagaimana relasi kita dengan
pasangan kita? Saya berbuat baik kepada pasangan saya, agar ia mau berbuat baik
kepada saya. Apakah itu sudah rendah hati dan tulus? Bagaimana relasi kita
dengan anak kita? Papa sudah bekerja keras seharian, kamu seharusnya nurut
dong, kamu seharusnya berprestasi dong, koq malah bikin Papa lebih cape lagi?
Jadi, kita bekerja agar kita mendapat imbalan anak-anak yang baik dan
berprestasi? Bagaimana sikap kita sebagai anak? Aku udah cape belajar di
sekolah, Bu kenapa Ibu suruh aku pula yang mengerjakan pekerjaan rumah? Kenapa
aku ga boleh main ama teman-temanku? Jadi, kita belajar agar dapat bermain dan
bersantai-santai?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar