Kamis, 13 Juni 2019

LGBT - Is Given or Choice?




Hai hai


Lama ya ga nulis sesuatu ^^ Beberapa waktu lalu kita dikagetkan oleh keputusan Taiwan ya buat melegalkan pernikahan sesama jenis. Bahkan Thailand yang sepertinya lebih 'moderat' malah ditinggalkan oleh Taiwan. 

Beberapa waktu lalu saya juga melihat youtube bagaimana sih pandangan orang Thailand tentang LGBT? Ternyata mereka melihat itu mungkin hukuman yang mereka jalani, semacam karma gitu ya. Jadi, mereka melihat itu sebagai bentuk belas kasih, kasihan gitu lho kalau orang-orang itu disingkirkan. Lantas kenapa mereka malah tidak duluan mengesahkan status pernikahan sesama jenis?

Baru-baru ini juga saya iseng-iseng lihat sebuah web komik, yang ternyata genre cinta sesama jenis malah menjamur. Setelah membaca sebentar di sebuah komik genre 'BL (Boy's Love) koq sepertinya orang-orang di sekitar pasangan tersebut menganggap biasa saja dan bahkan mendukung.

Familiar ya kejadian tersebut dengan dihapuskannya LGBT sebagai 'sakit klinis' yang harus diterapi di Amerika sana. Ya, diawali dengan memulai memperkenalkan sebagai hal yang biasa saja. Lama kelamaan masyarakat akan menerima LGBT sebagai karunia Tuhan. Melihat bahwa pernikahan sesama jenis pantas mendapatkan perlindungan hukum, karena anak-anak mereka pun harus dilindungi. Wait! Anak? Ya anak dari adopsi, anak dari IVF yang dilahirkan dari surrogate mother yang semestinya sel lain jenisnya juga bukan dari kedua pribadi pasangan tersebut.

Who am i to judge? Betul. Saya tidak mengkritisi mereka berdosa atau tidak. Saya cuma mengemukakan, itu semua diawali karena terbiasa. Biasa nyaman berteman dengan sesama jenis karena pasti lebih memahami perasaan kita. Yang cewek merasa nyaman jalan bareng cewek karena saling memahami. Yang cowok nyaman jalan bareng cowok karena pikirannya sejalan. Ketika kebutuhan psikologis tercukupi, kita merasa tercukupi dan merasa why not being LGBT? Ya selanjutnya menyangkut kebutuhan biologis pun kita anggap wajar sebagai pemenuhan kasih sayang ke pasangan kita. Serem ya? Yes, it drips slowly unto your skin. Setelah kebutuhan biologis terpenuhi, mungkin melihat kebutuhan punya anak, ya tinggal IVF dan cari donor sel dari lawan jenis, tinggal cari surrogate mother buat mengandung & melahirkan. Mungkin di masa depan, sudah tidak perlu 'mom' buat mengandung dan melahirkan, fungsinya bisa digantikan dengan mesin, tergantung yang mampu membayarnya.

Itulah manusia. Kita merasa kebutuhan kita menganga seperti black hole, menuntut untuk terus dipenuhi dan dipenuhi. Tanpa berusaha mengenali apa semestinya kehendak Tuhan dalam diri kita? Tuhan ingin apa dari kelemahan kita? Apa yang harus kita pikul dan kita hindari?

Ada yang bilang, it's ok if you're LGBT as long as you live in chastity. Hey hey, tau gak konsekuensi jika hal itu semakin meluas? Tidak akan ada lagi yang meneruskan karya penciptaan Tuhan. Mendengarkan kehendak Tuhan itu bukan cuma soal chastity loh. Tuhan mau apa dari kita? Yes, mungkin kita LGBT, tapi karena apa? Pernah gak kita mau menyelami lebih lanjut, kenapa kita bisa memilih hal itu? Mengapa kita bisa mengalami hal itu? Apakah karena kita belum memaafkan seseorang? Ataukah karena kita terlalu terfokus pada pemenuhan kebutuhan kita sendiri? Lantas apa yang ingin Tuhan kita lakukan? 


It's not easy, betul. Sama ketika seseorang pertama kali belajar merokok atau berbagai hal yang menyebabkan kecanduan lain, atau ketika pertama kali belajar mencuri. Lama kelamaan akan terasa biasa, tidak bisa hidup tanpa kecanduan tersebut. Lantas, apa benar kita sederajat dengan binatang? Yang hanya mampu mencari pemenuhan kebutuhan pribadinya? We are beyond of that. We are human, kita diciptakan secitra dengan Allah. Lantas kenapa kita menyamakan diri kita dengan binatang? Mungkin setelah level tertentu, kita harus dibantu dengan obat melalui psikiater. Tapi, jangan menyerah!

Be brave! Be strong! Akui kelemahan kita, ampuni orang-orang yang telah menyakiti kita. Jadilah pribadi yang baru, yang mau mendengarkan kehendak Tuhan. Jadilah manusia baru!

Matius 9:12 : Yesus mendengarnya dan berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.
Ya, ketika kita merasa sakit, kita akan disembuhkan. Pernahkah kita menyadari bahwa kata tobat, ada unsur kata obat? ;) Yes, dari pertobatan, kita memperoleh obat untuk sembuh.


Tuhan memberkati,


Have a wonderful night to share.



DP pamit ;)